Rabu, 19 September 2012

tokoh



Mengenal  Munif Chatib
Mungkin tidak banyak dari kita yang mengenal sosok Pria separuh baya berkaca mata ini. Munif Chatib. Mendengar namanya saja, masih asing ditelinga kita. Sebagian orang lain mengenal Munif Chatib sebagai penulis salah satu buku Best Seller dibidang pendidikan, “Sekolahnya Manusia” dan “Gurunya Manusia”. Namun, siapakah sebenarnya sosok ini, dan bagaimana sosok ini begitu menjadi inspirasi bagi kita, baik yang berasal dari dunia pendidikan, maupun bagi kita yang mendambakan perubahan positif bagi pendidikan bangsa ini.

Mari kita berkenalan lebih dekat dengan Munif Chatib.

Munif Chatib, lahir di surabaya 5 juli 1969, ketertarikannya di dunia pendidikan bermula sejak beliau duduk di bangku kelas 3 SMP, saat beliau mendapat kepercayaan dari guru kelasnya untuk menbantunya memberi bimbingan belajar bagi teman-temannya yang lain. Meskipun mengaku salah masuk jurusan pada saat mengambil jurusan pada waktu kuliah di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang (lulus Tahun 1992), namun hal ini tidak mematikan kecintaannya pada dunia pendidikan. Dan pada tahun 1992 sebelum diwisuda Beliau dipercayakan untuk menjadi seorang asisten dosen di fakultas hukum sebuah universitas baru di Sidoarjo. Sayangnya, hanya 1 bulan, Beliau dikeluarkan dari kampus tersebut karena mengkritik dosennya dalam memberikan kuliah yang monoton dan menjemukan.
Tahun 1998 sampai 1999 Munif menyelesaikan studi dengan Distance Learning di Supercamp Oceanside California USA yang dipimpin oleh Bobby de Porter. Dari 73 lulusan alumni pertama tersebut, beliau menduduki rangking 5 dan satu-satunya lulusan dari Indonesia. Tesisnya, ”Islamic Quantum Learning”, cukup menggemparkan dan sampai sekarang dijadikan referensi yang diminati di Supercamp.
Islamic Quantum Learning adalah kritik tentang penokohan fiktif yang dikembangkan oleh Bobby de Porter. Dan sepertinya saya menemukan hal yang luar biasa, yaitu ternyata mereka mengakui bahwa nilai-nilai Islam adalah nilai-nilai terbaik dalam penerapan penokohan dan character building yang diajarkan di sekolah-sekolah. Seperti seorang menimba air dari dalam sumur. Air sumur itu adalah nilai Islam dan mereka menyedotnya dengan mesin yang canggih. Sedangkan kita di Indonesia atau di sekolah-sekolah Islam mengambil air itu dengan timba bocor. Inilah kelemahan kita yaitu terletak pada metodologi,” ujar Munif Chatib yang selalu yakin bahwa sekolah Islam mestinya dapat menjadi sekolah terbaik dan unggul.
“Namun bagaimanapun juga saya harus berterima kasih kepada semua guru saya yang sudah memberikan banyak ilmu dengan metodologi yang canggih. Bobby de Poerter beserta teamnya, dan beberapa direktur stakeholder Supercamp, termasuk terima kasih saya kepada DR. Howard Gardner yang membimbing saya dalam menyelesaikan pekerjaan maha berat, yaitu Multiple Intelligence Research untuk diterapkan di Indonesia,” cerita Munif Chatib yang sampai tahun 2007 ini sudah menyelesaikan lebih dari 12.000 responden dalam melakukan Multiple Intelligence Research diberbagai kota di Indonesia.
Inti dari pembelajaran yang diterapkan oleh Munif Chatib, bahwa tidak ada manusia di dunia ini yang bodoh. Satu ‘rumus’ yang cukup mengagetkan banyak orang adalah sebuah rumus untuk sekolah unggul. Sekolah unggul menurut beliau adalah sekolah yang memandang tidak ada siswa yang bodoh dan semua siswanya merasakan tidak ada pelajaran satupun yang sulit.
“Coba anda bayangkan betapa cantiknya sebuah proses belajar dalam sebuah kelas apabila guru memandang semua siswanya pandai dan cerdas dan para siswanya merasakan semua pelajaran yang diajarkan mudah dan menarik. Kelas tersebut akan hidup. Keluar dari kelas tersebut, semua siswa mendapatkan pengalaman pertama yang luar biasa dan tak akan pernah lupa seumur hidup. Coba anda bayangkan … bila kelas seperti itu terjadi pada jutaan kelas di sekolah-sekolah di Indonesia. Pasti negara ini akan menjadi negara maju yang diperhitungkan oleh dunia,” kata Munif Chatib
Memang Luar biasa sekali pengajaran Munif Chatib ini, tidak banyak orang berpikiran se-terbuka Bapak Munif ini. Ajaran-ajaran yang diberikannya mengajak kita untuk dapat menghargai setiap manusia secara utuh, menghargai manusia sebagai pribadi yang unik. Masing – masing orang adalah berharga.


Pada hari minggu, tanggal 16 September 2012 kemarin, Kepala Sekolah SDK Harapan Bangsa, Mrs. Leny Priskilla Tan, dan beberapa pengajar SDK Harapan Bangsa dan TK/KB Happy Holy Kids berkesempatan bertemu langsung dengan Bapak Munif Chatib. Dalam kesempatatan emas ini, selama kurang lebih 2 jam pertemuan, Bapak Munif Chatib banyak bercerita mengenai pentingnya pengembangan sumberdaya manusia disetiap daerah, beliau menyebutnya potensi distrik. Beliau menceritakan bagaimana keadaan daerah asalnya (Sidoarjo) yang beliau rasa masih kurang dikembangkan potensi Sumber Daya Manusianya. Pak Munif juga berbicara tentang potensi distrik (potensi dimana kita tinggal), dia share di daerah asalnya di Sidoarjo (yang merupakan penghasil udang terbesar di dunia). Tetangganya memiliki beberapa perusahaan pengalengan udang di luar negeri, suatu ketika mohon bantuan Pak Munif untuk mengembangkan usaha ini di Indonesia, semua dipersiapkan dengan baik, namun ada kendala pada penyediaan sumber daya manusia-nya. Beliau bercerita, sangat sulit memperoleh SDM untuk industri pengalengan udang ini, karena tidak ada anak muda di Sidoarjo yang memiliki keahlian dibidang pengalengan udang. Kenyataan ini  sangat menyedihkan karena ternyata pendidikan  tidak menjawab kebutuhan kotanya. Pendidikan harus berani maju dan membuat perubahan.

Dari pengalaman yang dibagikan Bapak Munif ini enjadi pelajaran berharga bagi kita, bagaimana pendidikan seharusnya juga disesuaikan dengan karakter masyarakat dan keadaan daerah tempat terselengarakan pendidikan itu berlangsung, karena pendidikan yang baik harus mampu menjawab kebutuhan kota. 

Selain itu, Munif Chatib juga menceritakan mengenai pengalamanannya selama beliau di Jepang. Beliau menceritakan bagaimana Negara semaju Jepang m
menerapkan pendidikan karakter disetiap bidang kehidupan, bahkan untuk hal kecil seperti kebiasaan membuang sampah pada tempatnya. Beliau memaparkan bahwa setiap tema/ subjek pelajaran yang dipelajari disekolah haruslah dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, kebiasaan membuang sampah yang dilakukan masyarakat Jepang. Masyarakat di Jepang terbiasa membuang sampah sekecil apapun pada tempat sampah yang sudah disediakan, bahkan mereka membuang sampah sesuai dengan Golongan yang sudah ditentukan (Sampah basah, sampah kering dan sampah botol plastik). Selain kebiasaan membuang sampah, kebiasaan lain yang membuat beliau semakin kagum dengan masyarakat Jepang ada kebiasaan untuk hidup tertib,  dan sangat menghargai orang lain. Dan yang lebih mengagumkan lagi, masyarakat Tokyo mengajarkan pola kebiasaan baik itu di sekolah sejak TK.
Bulan april 2013 nanti, Munif  Chatib akan ke Jepang membawa beberapa pendidik di Indonesia untuk  melakukan studi banding. “Mudah-mudahan team dari HBS bisa bergabung bersama J” ujar pak Munif.
Amin J



Sumber:
http://munifchatib.wordpress.com/ ((18 September 2012, pukul 01:58 wita)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar