Mengenal Munif Chatib
Mungkin tidak banyak dari kita yang mengenal sosok
Pria separuh baya berkaca mata ini. Munif Chatib. Mendengar namanya saja, masih
asing ditelinga kita. Sebagian orang lain mengenal Munif Chatib sebagai penulis
salah satu buku Best Seller dibidang pendidikan, “Sekolahnya Manusia” dan
“Gurunya Manusia”. Namun, siapakah sebenarnya sosok ini, dan bagaimana sosok
ini begitu menjadi inspirasi bagi kita, baik yang berasal dari dunia
pendidikan, maupun bagi kita yang mendambakan perubahan positif bagi pendidikan
bangsa ini.
Mari kita berkenalan
lebih dekat dengan Munif Chatib.
Munif Chatib, lahir di
surabaya 5 juli 1969, ketertarikannya di dunia pendidikan bermula sejak beliau
duduk di bangku kelas 3 SMP, saat beliau mendapat kepercayaan dari guru
kelasnya untuk menbantunya memberi bimbingan belajar bagi teman-temannya yang
lain. Meskipun mengaku salah masuk jurusan pada saat mengambil jurusan pada
waktu kuliah di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang (lulus Tahun 1992),
namun hal ini tidak mematikan kecintaannya pada dunia pendidikan. Dan pada
tahun 1992 sebelum diwisuda Beliau dipercayakan untuk menjadi seorang asisten
dosen di fakultas hukum sebuah universitas baru di Sidoarjo. Sayangnya, hanya 1
bulan, Beliau dikeluarkan dari kampus tersebut karena mengkritik dosennya dalam
memberikan kuliah yang monoton dan menjemukan.
Tahun 1998 sampai 1999
Munif menyelesaikan studi dengan Distance
Learning di Supercamp Oceanside California USA yang dipimpin oleh Bobby de
Porter. Dari
73 lulusan alumni pertama tersebut, beliau menduduki rangking 5 dan
satu-satunya lulusan dari Indonesia. Tesisnya, ”Islamic Quantum Learning”, cukup
menggemparkan dan sampai sekarang dijadikan referensi yang diminati di
Supercamp.
“Islamic Quantum Learning adalah
kritik tentang penokohan fiktif yang dikembangkan oleh Bobby de Porter. Dan
sepertinya saya menemukan hal yang luar biasa, yaitu ternyata mereka mengakui
bahwa nilai-nilai Islam adalah nilai-nilai terbaik dalam penerapan penokohan
dan character building yang diajarkan
di sekolah-sekolah. Seperti seorang menimba air dari dalam sumur. Air sumur itu
adalah nilai Islam dan mereka menyedotnya dengan mesin yang canggih. Sedangkan
kita di Indonesia atau di sekolah-sekolah Islam mengambil air itu dengan timba bocor.
Inilah kelemahan kita yaitu terletak pada metodologi,” ujar Munif
Chatib yang selalu yakin bahwa sekolah Islam mestinya dapat menjadi sekolah
terbaik dan unggul.
“Namun bagaimanapun
juga saya harus berterima kasih kepada semua guru saya yang sudah memberikan
banyak ilmu dengan metodologi yang canggih. Bobby de Poerter beserta teamnya,
dan beberapa direktur stakeholder Supercamp, termasuk terima kasih saya kepada
DR. Howard Gardner yang membimbing saya dalam menyelesaikan pekerjaan maha
berat, yaitu Multiple Intelligence Research untuk diterapkan di Indonesia,” cerita Munif Chatib yang sampai tahun 2007 ini sudah menyelesaikan lebih
dari 12.000 responden dalam melakukan Multiple Intelligence Research diberbagai
kota di Indonesia.
Inti dari pembelajaran
yang diterapkan oleh Munif Chatib, bahwa tidak ada manusia di dunia ini yang
bodoh. Satu ‘rumus’ yang cukup mengagetkan banyak orang adalah sebuah rumus
untuk sekolah unggul. Sekolah unggul menurut beliau adalah sekolah yang
memandang tidak ada siswa yang bodoh dan semua siswanya merasakan tidak ada
pelajaran satupun yang sulit.
“Coba anda bayangkan betapa
cantiknya sebuah proses belajar dalam sebuah kelas apabila guru memandang semua
siswanya pandai dan cerdas dan para siswanya merasakan semua pelajaran yang
diajarkan mudah dan menarik. Kelas tersebut
akan hidup. Keluar dari kelas tersebut, semua siswa mendapatkan pengalaman
pertama yang luar biasa dan tak akan pernah lupa seumur hidup. Coba anda
bayangkan … bila kelas seperti itu terjadi pada jutaan kelas di sekolah-sekolah
di Indonesia. Pasti negara ini akan menjadi negara maju yang diperhitungkan
oleh dunia,” kata
Munif Chatib
Memang Luar biasa sekali pengajaran Munif Chatib
ini, tidak banyak orang berpikiran se-terbuka Bapak Munif ini. Ajaran-ajaran
yang diberikannya mengajak kita untuk dapat menghargai setiap manusia secara
utuh, menghargai manusia sebagai pribadi yang unik. Masing – masing orang
adalah berharga.
Pada hari minggu,
tanggal 16 September 2012 kemarin, Kepala Sekolah SDK Harapan Bangsa, Mrs. Leny
Priskilla Tan, dan beberapa pengajar SDK Harapan Bangsa dan TK/KB Happy Holy
Kids berkesempatan bertemu langsung dengan Bapak Munif Chatib. Dalam
kesempatatan emas ini, selama kurang lebih 2 jam pertemuan, Bapak Munif Chatib
banyak bercerita mengenai pentingnya pengembangan sumberdaya manusia disetiap
daerah, beliau menyebutnya potensi distrik. Beliau menceritakan bagaimana keadaan
daerah asalnya (Sidoarjo) yang beliau rasa masih kurang dikembangkan potensi
Sumber Daya Manusianya. Pak Munif juga berbicara tentang potensi distrik
(potensi dimana kita tinggal), dia share di daerah asalnya di Sidoarjo (yang
merupakan penghasil udang terbesar di dunia). Tetangganya memiliki beberapa
perusahaan pengalengan udang di luar negeri, suatu ketika mohon bantuan Pak
Munif untuk mengembangkan usaha ini di Indonesia, semua dipersiapkan dengan
baik, namun ada kendala pada penyediaan sumber daya manusia-nya. Beliau
bercerita, sangat sulit memperoleh SDM untuk industri pengalengan udang ini,
karena tidak ada anak muda di Sidoarjo yang memiliki keahlian dibidang
pengalengan udang. Kenyataan ini sangat
menyedihkan karena ternyata pendidikan
tidak menjawab kebutuhan kotanya. Pendidikan harus berani maju dan
membuat perubahan.
Dari pengalaman yang
dibagikan Bapak Munif ini enjadi pelajaran berharga bagi kita, bagaimana
pendidikan seharusnya juga disesuaikan dengan karakter masyarakat dan keadaan
daerah tempat terselengarakan pendidikan itu berlangsung, karena pendidikan
yang baik harus mampu menjawab kebutuhan kota.
Selain itu, Munif
Chatib juga menceritakan mengenai pengalamanannya selama beliau di Jepang.
Beliau menceritakan bagaimana Negara semaju Jepang m
menerapkan pendidikan
karakter disetiap bidang kehidupan, bahkan untuk hal kecil seperti kebiasaan
membuang sampah pada tempatnya. Beliau memaparkan bahwa setiap tema/ subjek
pelajaran yang dipelajari disekolah haruslah dapat diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, kebiasaan membuang sampah yang dilakukan
masyarakat Jepang. Masyarakat di Jepang terbiasa membuang sampah sekecil apapun
pada tempat sampah yang sudah disediakan, bahkan mereka membuang sampah sesuai
dengan Golongan yang sudah ditentukan (Sampah basah, sampah kering dan sampah
botol plastik). Selain kebiasaan membuang sampah, kebiasaan lain yang membuat
beliau semakin kagum dengan masyarakat Jepang ada kebiasaan untuk hidup tertib,
dan sangat menghargai orang lain. Dan
yang lebih mengagumkan lagi, masyarakat Tokyo mengajarkan pola kebiasaan baik
itu di sekolah sejak TK.
Bulan april 2013
nanti, Munif Chatib akan ke Jepang
membawa beberapa pendidik di Indonesia untuk
melakukan studi banding. “Mudah-mudahan team dari HBS bisa bergabung
bersama J” ujar pak Munif.
Amin J
Sumber: